Example floating
Example floating
Opini

Gelar yang Tak Berdaya

×

Gelar yang Tak Berdaya

Sebarkan artikel ini

Dunia tetap berjalan sesuai porosnya, ia tak mengubah apapun selain manusia yang terus berfikir seperti Tuhan.

Sembari memandang sarjana-sarjana buku melawan sarjana beli tanpa malu, seolah-olah berjuang tapi kosong tak bergelimpang pengetahuan yang ada.

Example 300x600

Begitu banyak manusia yang mencari penghargaan melalui gelar, menghalalkan segala cara tanpa memberikan imbas apa-apa.

Setiap tahun ribuan manusia terlahirkan dengan sandang gelar di belakang ataupun bersandang gelar depan nama.

Sungguh miris harga intelektual di rendahkan tanpa mengedepankan berfikir kritis. Nilai akademik mengalahkan nilai mata uang, pendidikan merupakan ujung tombak perubahan akan tetapi tidak dengan tatapan nanar kosong yang tak berkontribusi dalam diri ataupun lingkungan sekitar.

Hasil dari proses belajar adalah tata nilai yang mampu mendidik diri sendiri menjadi bijaksana, mampu menilai permasalahan secara komprehensif.

Tanpa kasat mata kita di sajikan dengan realita yang ada pendidikan yang bernilai berharga akan tetapi tak berdaya dengan tata nilai yang belum terbentuk.

Budaya terkikis dengan adanya budaya akademik yang merasionalkan pemahaman nenek moyang, tanpa menelaah lebih dalam tata nilai apa yang diajarkan.

Menyalahkan tanpa dasar, mengkritik tanpa memberikan solusi, berkata kontribusi akan tetapi menyalahkan semua tanpa melihat teks dan konteks yang ada.

Pandangan akademik yang mulia mampu memberikan dampak menjadi nihil kepada mata yang terus melihat pendidikan adalah jalan keluar sebuah kebodohan.

Kebohongan yang dilahirkan dari tata nilai akademik sepertinya nampak dari kualitas lulusan sarjana yang ada. Tanpa menyadari ratusan bahkan ribuan pemuda yang memiliki power yang luar biasa menjadi tak berdaya dikalahkan oleh keadaan dan situasi tak mendukung.

Apakah alam tidak mampu mengajarkan arti dari kehidupan dengan melihat sekitarnya, ataukah manusianya yang tak mampu berfikir lebih jernih dengan melihat pelajaran-pelajaran yang bumi telah berikan.

Tuhan mengajarkan hikmah yang ada melalui peristiwa “dengan ini apakah manusia tidak berfikir” Kata berfikir di sini dapat menjadi landasan seorang akademisi mampu mengolah kemampuan yang Tuhan berikan melalui akal yang begitu istimewa.

Pelajaran yang telah kita dapatkan harusnya mampu melihat sudut pandang permasalahan dengan lebih mendalam, teliti, pandangan luas, komprehensif serta dapat berkata jujur secara moral apabila realita yang ada tidak sesuai dengan teks yang pernah ia pelajari.

Pendidikan tinggi yang harus mampu melahirkan manusia-manusia lebih unggul dari pada seseorang yang belum memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.

Pendidikan Perguruan tinggi mengalami degradasi kualitas yang harus segera diperbaiki, selain tata kelola ataupun administrasi, ke mana lulus pasca menyandang gelar tinggi ataupun setelah belajar di dunia kampus.

Menjadi persoalan bersama apabila yang mendidik dengan sungguh-sungguh dengan penuh ketekunan akan tetapi hasil tak mampu menunjukkan keberhasilan yang diharapkan.

Berarti ada permasalahan terjadi dalam proses seseorang mencari ilmu pengetahuan. Apakah ilmu pengetahuan sekedar melekat di hafal lalu hilang ataukah menjadi landasan serta pegangan hidup seseorang.

Pendidikan yang lama di jalani merupakan suatu langkah untuk menutup kegagalan ataupun meminimalisir kegagalan. Semua dalam kehendak Tuhan, akan tetapi perspektif Tuhan seperti dengan prasangka seorang hamba.

Pendidikan merupakan ujung tombak dalam semua hal, hanya dengan ilmu pengetahuan manusia mampu menyelesaikan berbagai permasalahan.

Walaupun pada hakikatnya manusia tidak pernah berhenti ataupun terlepas dari permasalahan dari satu permasalahan ke permasalahan yang lain, seharusnya dengan berpendidikan lebih tinggi ataupun ilmu pengetahuan yang ia dapatkan mampu memecahkan teka-teki kehidupan.

Menjalani dengan bijaksana sebagai seorang hamba yang secara konsisten dan melangkah dengan sebuah ilmu pengetahuan.

Gelar yang menjadi awal dari sebuah perjalanan kompetensi yang ia miliki seharusnya mampu menggabungkan ilmu pengetahuan dengan praktek kehidupan.

Akan tetapi fakta dilapangan pengetahuan hanya sebuah teori yang dipelajari tanpa ada telaah yang mendalam sehingga sarjana dengan kualitas yang ada menjadi kuantitas semata.

Berbenah melalui sistem tidak lupa perlu adanya penyadaran sejak awal memasuki gerbang kampus ataupun pertama kali mendengarkan penjelasan dari seorang dosen.

Dengan niat yang baik, tulus, ikhlas tanpa menghayal jauh soal kehidupan ini, merupakan hal dasar yang perlu terpatri seseorang yang sedang belajar.

Apabila niat awal yang terpatri baik maka ia tidak akan mengalami kekosongan dalam hidup, ia mampu menghayati bahwasanya suatu perjalanan adalah bentuk penghambaan yang harus dipahami dan di sadari.

Kualitas harus tetap nomer 1 bagi seseorang yang memiliki beban moral lebih tinggi dari pada masyarakat pada umumnya.

Kuliah tidak hanya ajang mencari ilmu, mencari bakat ataupun pemahaman jati diri semata akan tetapi sikap yang harus mampu menunjukkan daya berfikir kritis ataupun daya juang harus menjadi karakter utama yang harus terbentuk.

Agar ketika melihat kenyataan realita yang ada di kalangan masyarakat tidak menjadi gentar ataupun melontarkan alibi bahwasanya berkata “saya tidak bisa”

Dikarenakan masyarakat tidak tau menahu tentang proses apa yang telah kita jalani ataupun hal apa yang pernah kita lakukan.

Masyarakat menilai bahwasanya ia harus bisa segalanya apabila masyarakat membutuhkan. Seharusnya seseorang yang terdidik dan memiliki jiwa pembelajar ia mampu menjawab “akan dipelajari”.

Manusia yang mudah puas dengan apa yang ia miliki ataupun pengetahuan yang telah dimiliki menjadi penghambat seseorang yang mati kutu tidak mau menerima perubahan.

Menyampaikan ilmu pengetahuan pun di rasa kuno tanpa inovasi yang ada, seharusnya pendapat Saidina Ali “Didiklah anakmu sesuai zamannya” Menjadi warning pertama ketika ia menyampaikan kepada masyarakat umum.

Ilmu yang Tuhan sampaikan adalah sama akan tetapi seperti apakah ilmu tersebut dapat tersalurkan dengan baik itu merupakan PR besar bagi ia yang sedang menjalani pendidikan yang lebih tinggi.

Menyampaikan ilmu sama halnya dengan bagaimana ia memahami masyarakat yang ada. Tanpa melihat latar belakang masyarakat yang dihadapinya seseorang tidak akan bisa menyampaikan ilmu yang akan ia berikan.

Maka kontribusi yang ia berikan akan mengalami cacat faham atau gagal paham, akan tetapi apabila ia mampu memahami konteks kepada siapa ia akan menyampaikan sesuatu maka pengetahuan akan dapat tersalurkan dengan baik apabila ia mampu memahami watak karakter bahkan lingkungan yang ada.

Pendidikan semakin hari semakin menemukan titik di mana suatu gelar tidak menunjukkan sebuah kualitas diri seseorang, seharusnya gelar yang tersandang oleh seseorang menjadikan ia lebih bijak dalam bersikap serta beban moral suatu pembelajaran lebih tinggi.

Ada yang salah dalam proses menuntut ilmu, kini sebuah ilmu pengetahuan menjadi nomer dua bagi ia yang hanya mengejar popularitas.

Ilmu pengetahuan tetap tegak dalam pendiriannya bahwasanya “apabila seseorang telah mendapatkan ilmu, maka ia akan mulya”

Sebuah kemuliaan ini menjadi titik nadir sebuah ilmu pengetahuan yang mana terus melahirkan sebuah perbaikan, pembenahan serta sebuah aplikasi nyata.

Begitu pun sebuah pembelajaran yang mana seseorang akan menemukan fokus yang semakin mendalam apabila ia mempelajari sesuatu.

Nilai dari seseorang dalam belajar yaitu kepakaran ilmu dan mampu mewujudkan sebuah tata nilai serta kultur yang lebih baik.

Kepakaran seseorang akan menjadi pelengkap bagi konsonan ilmu pengetahuan yang begitu general dan luas.

Sebuah pengetahuan akan merangsak sebuah kebodohan yang merajalela kepada seseorang yang enggan mempelajari ilmu tersebut.

Perubahan zaman yang begitu cepat menjadikan seseorang dituntut untuk cepat beradaptasi dengan segala lini perubahan.

Zaman yang semakin canggih serta manusia yang terus menemukan hal-hal baru di muka bumi ini menjadikan sebagian banyak orang terlena dengan hanya menjadi penonton semata.

Begitu rendahnya apabila seorang yang mencari ilmu pengetahuan di batasi oleh sebuah gelar semata, sedangkan mempelajari ilmu pengetahuan harusnya dapat menjadi ruh dalam kehidupan.

Ihya Ulumuddin
Mojokerto, 13 Agustus 2024

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *