Sukabumi, Republiknews.com – Profesi wartawan idealnya adalah penjaga kebenaran dan pengawal kepentingan publik. Namun, dalam praktiknya, ada wartawan yang lebih mengutamakan keuntungan pribadi dibandingkan integritas jurnalistik.
Mereka mencari uang bukan dengan menyajikan informasi yang akurat dan berimbang, tetapi melalui hubungan transaksional dengan pejabat.
Secara umum, ada dua tipe wartawan yang sering muncul dalam praktik ini:
1.Wartawan Penjilat
Kelompok pertama adalah wartawan yang menjalin hubungan erat dengan pejabat tertentu demi keuntungan pribadi.
Mereka sering kali bukan sekadar sekutu, tetapi juga “pelindung” bagi pejabat yang mereka bela. Cara kerja mereka bisa bermacam-macam:
- Melakukan pemberitaan yang selalu berpihak kepada pejabat tersebut
- Menjadi alat propaganda untuk membentuk citra positif pejabat.
- Membantu pejabat menyerang lawan melalui pemberitaan yang tendensius.
- Bahkan ada yang sampai direkrut ke dalam struktur kepengurusan atau organisasi demi mengamankan posisi pejabat dari serangan pihak lain.
Jenis wartawan seperti ini sering kali kehilangan independensinya sebagai jurnalis. Mereka tidak lagi bekerja untuk kepentingan masyarakat, melainkan demi kepentingan pejabat atau kelompok tertentu.
2.Wartawan Pemeras
Di sisi lain, ada wartawan yang menggunakan profesinya untuk mencari keuntungan dengan cara intimidasi.
- Mereka membidik pejabat yang terlibat korupsi atau skandal, mereka menggunakan informasi tersebut sebagai alat pemerasan.
- Memanfaatkan informasi sensitif untuk menekan pejabat agar memenuhi kepentingan mereka.
- Tipe wartawan ini sering kali beroperasi di zona abu-abu. Mereka mungkin mengungkap kejahatan, tetapi bukan untuk keadilan, melainkan untuk keuntungan pribadi.
Ketika kedua tipe wartawan ini bertemu dalam satu kasus, konflik tak terhindarkan. Jika seorang wartawan penjilat melindungi pejabat tertentu, sementara wartawan pemeras menargetkan pejabat tersebut, maka akan terjadi perang informasi di media.
Pihak penjilat akan berusaha membersihkan nama pejabatnya dengan berita positif, sementara pihak pemeras akan berusaha menjatuhkannya agar mendapatkan keuntungan.
Akibatnya, Kebenaran bukan lagi menjadi tujuan utama pemberitaan, melainkan hanya alat bagi kedua belah pihak untuk mencapai kepentingan mereka masing-masing.
Fenomena ini mencerminkan degradasi etika dalam dunia jurnalistik. Media seharusnya berfungsi sebagai penyampai kebenaran, bukan sebagai alat transaksi kekuasaan atau pemerasan.
Wartawan yang menjilat atau memeras sama-sama merusak citra pers dan mengkhianati kepercayaan publik. *Budi. AF