Sukabumi – Republiknews.com – Polemik “guru beban negara” menyisakan luka di hati para pendidik. Meskipun Kementerian Keuangan sudah mengklarifikasi, narasi ini tetap mengendap di ruang publik.
Namun alih-alih terus berpolemik, ada satu pelajaran penting, jangan sekali-kali menempatkan guru sebagai beban.
Karena jika itu dilakukan, justru mereka benar-benar akan menjadi beban di masa depan.
Gaji guru mungkin menyedot porsi besar APBN, tetapi jangan lupa: uang itu kembali dalam bentuk generasi cerdas, tenaga ahli, dan masyarakat yang produktif.
Menyebut guru sebagai beban sama saja menutup mata pada fungsi vital mereka.
Ibarat menanam pohon, gaji guru adalah pupuknya. Kalau pupuk dianggap beban, jangan heran jika pohon pendidikan kering kerontang.
Dan yang paling ironis, buah dari pohon itulah yang nanti dipanen oleh negara.
Jika guru terus dipandang sekadar pos belanja, maka kualitas pendidikan tidak akan beranjak.
Guru akan terjebak rutinitas, murid tidak terinspirasi, dan pada akhirnya negara harus menanggung beban lebih besar, pengangguran, kemiskinan dan rendahnya daya saing.
Dengan kata lain, guru bukanlah beban. Justru mengabaikan mereka yang akan menjadi beban paling berat bagi negara.
Pemerintah perlu berani mengubah paradigma. Gaji guru bukan biaya, melainkan investasi.
Setiap rupiah yang digelontorkan untuk kesejahteraan dan peningkatan kualitas guru adalah tabungan masa depan.
Negara-negara maju sudah membuktikan: kualitas pendidikan tidak mungkin tumbuh tanpa penghargaan layak kepada gurunya.
Jangan anggap guru sebagai beban, sebab itu hanya akan melahirkan generasi yang terbebani.
Jadikan mereka investasi, maka bangsa ini akan menuai keuntungan besar.
Pada akhirnya, pilihan sederhana tapi menentukan ini hanya soal perspektif, mau melihat guru sebagai angka di APBN, atau sebagai fondasi masa depan negeri.
(Budi AF)



















