SIDOARJO, Republiknews.com – Dua sarana prasarana vital yaitu Klinik Pratama dan Galeri Hasil Karya WBP, serta penanaman perdana program ketahanan pangan, hari ini Rabu (27/11) diresmikan di Lapas Kelas I Surabaya oleh Plt. Dirjen Pemasyarakatan Y Ambeg Paramarta.
Plt. Dirjenpas hadir didampingi oleh Kakanwil Kemenkumham Jatim Heny Yuwono, Kadiv Pemasyarakatan Heri Azhari serta Ka UPT Korwil Surabaya dan sekitarnya.
Dalam sambutannya Kakanwil Jatim menyampaikan bahwa optimalisasi layanan kesehatan menjadi prioritas di Lapas Porong. Apabila sebelumnya pelayanan kesehatan di dalam Lapas, sekarang klinik diletakkan di luar Lapas.
“Kami melakukan transformasi klinik kesehatan menjadi open population. Artinya Klinik Pratama yang ada, akan ditingkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dengan membuka klinik yang dapat diakses langsung oleh masyarakat di sekitar lapas,” terangnya.
Diharapkan pula, akan semakin mempermudah pelayanan kesehatan bagi anggota BPJS Kesehatan baik itu WBP, Petugas maupun warga di sekitar Lapas Porong.
WBP yang sebelumnya telah terdaftar sebagai
peserta BPJS, lanjutnya, dapat memanfaatkan layanan BPJS di klinik lapas. WBP dapat mengubah faskes pertama yang terdaftar sebelumnya menjadi di klinik lapas.
“Lapas I Surabaya otomatis menjadi satu-satunya lapas di Jatim yang punya fasilitas dan layanan yang
terintegrasi dengan BPJS Kesehatan,” tandasnya.
Terkait ketahanan pangan, Lapas Porong juga akan mengelola lahan yang selama ini tidak mendapat perhatian untuk menjadi lahan produktif pangan khususnya jagung dan sayuran. Total luas lahan yang akan dikelola sekitar 3.800 meter persegi.
Lahan itu nantinya akan ditanami tanaman pangan seperti jagung dan sayuran. “Kami berharap dengan memanfaatkan lahan sebagai kebun jagung dan sayur, maka Lapas Surabaya dapat mewujudkan swasembada pangan khususnya bagi warga binaan dan pegawai,” urainya.
Sementara itu Plt. Dirjen Pemasyarakatan mengapresiasi program yang telah dijalankan oleh Lapas Surabaya. Dia berharap kegiatan tersebut dapat terus berjalan dan tidak hanya berupa kegiatan seremonial belaka.
“Semoga program harus berdampak secara sustainable, baik itu bagi WBP, pegawai dan masyarakat sekitar. Apabila itu terjadi maka RB telah berjalan, karena tujuan dari RB adalah berdampak,” tegasnya. (Redho)