Mojokerto, Republiknews.com – Tiga lokasi tambang galian C di Kabupaten Mojokerto diduga beroperasi tanpa mengantongi izin, mengancam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan dan pelayanan masyarakat.
Tambang-tambang ilegal tersebut berlokasi di Desa Kuto Porong (Kecamatan Bangsal), Dusun Ardilanggu Desa Ngembeh (Kecamatan Dlanggu), dan Desa Kutogirang Dusun Mendek (Kecamatan Ngoro).
Meski tanpa izin, aktivitas penambangan terus berjalan lancar tanpa ada tindakan dari aparat penegak hukum (APH) maupun pihak terkait. Jum’at (25/10/24).
Dalam pantauan tim investigasi, aktivitas tambang menggunakan alat berat seperti excavator yang merusak lahan sawah dan fasilitas umum.
Ironisnya, tidak ada papan nama perusahaan atau tanda tangki solar non-subsidi di lokasi, memperkuat dugaan penggunaan solar subsidi yang seharusnya untuk kebutuhan transportasi masyarakat umum.
Selain mengancam PAD, penggunaan solar subsidi yang tidak tepat sasaran ini memperburuk kelangkaan solar di sejumlah SPBU, merugikan masyarakat luas.
Absennya tindakan dari pihak terkait, seperti Polres Mojokerto, Dinas Lingkungan Hidup, serta ESDM Provinsi Jatim, menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat.
Hal ini mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap tambang ilegal yang menggerus potensi pendapatan negara dan mengabaikan dampak lingkungan serta infrastruktur.
Seperti diketahui, PAD yang didapat dari pajak dan retribusi daerah merupakan sumber keuangan penting untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik.
Selamet Solichin, yang akrab disapa Mbah Semar dari Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Patroli,
angkat bicara terkait dugaan tambang ilegal yang beroperasi di tiga kecamatan di Kabupaten Mojokerto.
Menurutnya, aktivitas penambangan tanpa izin ini tidak hanya melanggar hukum tetapi juga sangat merugikan masyarakat dan negara.
“Jika benar tambang ini beroperasi tanpa izin, maka ini adalah bentuk pembangkangan terhadap aturan dan menunjukkan lemahnya pengawasan di lapangan.
Ini jelas merugikan pendapatan daerah yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik,” tegas Mbah Semar.
Ia juga menyoroti kemungkinan penyalahgunaan solar subsidi dalam aktivitas tambang ilegal tersebut, yang berdampak pada kelangkaan solar bagi masyarakat umum.
“Solar subsidi itu untuk masyarakat, bukan untuk menggerakkan tambang yang tidak berizin. Jika ini dibiarkan, maka yang paling dirugikan adalah masyarakat kecil yang berhak mendapatkan subsidi tersebut,” tambahnya.
Mbah Semar meminta pihak terkait, termasuk aparat penegak hukum dan dinas pemerintahan, untuk segera bertindak tegas agar potensi kebocoran pendapatan negara dan kerusakan lingkungan bisa segera diatasi.
“Ini adalah ujian bagi integritas dan komitmen kita dalam menegakkan aturan serta melindungi kepentingan masyarakat luas,” pungkasnya.
Ketidaktertiban dan pembiaran tambang ilegal di Mojokerto tidak hanya memperlihatkan potret lemahnya pengawasan,
tetapi juga potensi kebocoran pendapatan daerah yang sangat diperlukan untuk kesejahteraan rakyat.
Redaksi: Tim Investigasi