Surabaya – Dugaan ketidakhadiran Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) Latief Hanif dan Rekan namun bisa membuat laporan penilaian likuidasi gudang di Sari Mulyo Surabaya membuat Pengacara Penggugat, Lisa Anggraini, Direktur PT. Lintas Cindo Bersama, menggali lebih dalam fakta di persidangan gugatan yang digelar di ruang sidang Sari 3 pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. (7/10) siang.
Sidang gugatan terhadap PT. Bank Negara Republik Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) dan sejumlah pihak terkait, termasuk Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surabaya, menghadirkan dua saksi bernama Santi dan Mashudi yang dihadirkan Penggugat.
Dari keterangan kedua saksi, memperjelas kedudukan bahwa Jasa Penilaian Publik (KJPP) Latief Hanif dan Rekan, pada tanggal 1 Maret 2014 tidak datang di gudang Sari Mulyo, hanya pihak dari BNI yang datang di gudang, sehingga bagaimana mungkin bisa menilai tapi tidak melihat gudang yang dinilai.
Usai sidang, Dr. Yafeti Waruwu, S.H., M.H., pengacara dari penggugat menjelaskan gugatan yang berfokus pada dugaan pelaksanaan lelang eksekusi Hak Tanggungan atas dua aset gudang milik perusahaan yang dinilai cacat hukum, tidak transparan, dan dijual jauh dibawah harga pasar ini.
Lisa Anggraini, yang menggantikan almarhum suaminya sebagai Direktur setelah meninggal dunia akibat COVID-19, diungkapkan oleh Yafeti bahwa kesulitan keuangan yang dialami PT. Lintas Cindo Bersama adalah murni akibat dampak pandemi.
Meskipun telah beritikad baik dan berupaya mengajukan permohonan restrukturisasi kredit, permohonan tersebut tidak diakomodasi sepenuhnya oleh BNI (Tergugat I) sesuai dengan kemampuan perusahaan.
Puncak kekecewaan Penggugat terjadi ketika mengetahui bahwa objek sengketa, yaitu dua bidang tanah dan bangunan gudang di Kompleks Pergudangan Suri Mulia, Surabaya, telah terjual melalui lelang pada tanggal 20 Februari 2025 di KPKNL Surabaya (Turut Tergugat I), yang dimenangkan oleh Wahyudi Prasetio (Turut Tergugat II).
Menurut data yang dimiliki Penggugat dari KJPP independen, Nilai Pasar objek sengketa pada awal tahun 2025 mencapai Rp 27.185.500.000,-. Namun, lelang terakhir dilaksanakan dengan nilai limit hanya Rp 15.664.649.000,- dan terjual pada harga yang serupa, menghasilkan selisih kerugian lebih dari Rp 11,5 Miliar bagi PT. Lintas Cindo Bersama.
“Penjualan aset di bawah harga pasar, ini adalah kerugian besar yang tidak dapat kami terima. Lelang ini tidak memenuhi asas transparansi dan akuntabilitas,” ujar Yafeti.
“Klien telah berjuang untuk memenuhi kewajiban, bahkan di tengah hantaman COVID-19, tetapi BNI tidak menunjukkan upaya yang adil untuk menyelamatkan aset nasabahnya,” ujarnya.
Dalam gugatan ini, Yafeti menyoroti beberapa dugaan pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan lelang.
Pertama, Penggugat menduga nilai limit yang ditetapkan oleh BNI (Tergugat I) dan KJPP Latief, Hanif & Rekan (Tergugat III) sebagai dasar lelang jauh lebih rendah dari nilai pasar yang sebenarnya, dan hasil penilaian tersebut tidak pernah diberitahukan kepada Penggugat, mencederai prinsip transparansi.
Kedua, Penggugat kesulitan mendapatkan Risalah Lelang dari BNI maupun KPKNL, bahkan dari pemenang lelang (Turut Tergugat II), sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa terdapat proses yang tidak wajar.
Ketiga, Adanya penurunan nilai limit secara drastis dari lelang pertama (Rp 19.022.000.000,-) ke lelang kedua (Rp 15.664.649.000,-) juga dipertanyakan, mengingat nilai likuidasi dari KJPP independen lain masih berada di angka Rp 19.029.900.000,-.
Keempat, Bukti otentik dari 3 KJPP Pembanding dari KJPP Latief Hanif dan Rekan, KJPP Pung’s Zulkaarnaen & Rekan Cabang Surabaya, pada tahun 2025 melakukan penilaian dengan nilai pasar Rp27 Milyar, nilai likuidasi Rp19 Milyar.
KJPP Iwan Bachron & Rekan Cabang Surabaya melakukan penilaian atas permohonan BNI Graha Pangeran (Tergugat 1) pada tahun 2020 dengan nilai pasar Rp25 Milyar, nilai likuidasi Rp20 Milyar, dan KJPP Mushofah pada tahun 2015 melakukan penilaian nilai pasar Rp23 Milyar, nilai likuidasi Rp16 Milyar.
Yafeti memaparkan bahwa melalui gugatannya, kliennya, Lisa Anggraini meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya untuk mengabulkan gugatan untuk seluruhnya, menyatakan permohonan dan pelaksanaan lelang cacat hukum dan tidak berkekuatan hukum, dan menyatakan batal demi hukum hasil penilaian objek sengketa dari Tergugat III.
“Menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil dan imateriil yang totalnya mencapai puluhan miliar rupiah atas kerugian yang diderita Penggugat, termasuk kehilangan tempat usaha serta trauma psikologis,” ujarnya.
Penggugat berharap proses hukum ini dapat membuktikan adanya Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh BNI dan pihak-pihak terkait dalam proses lelang, serta mengembalikan keadilan bagi PT. Lintas Cindo Bersama atas aset yang seharusnya bernilai jauh lebih tinggi. (Redho).